“Kemudian ada peluang untuk kita mendapatkan minyak dari Rusia, selama itu sesuai aturan, dan tidak ada persoalan, kenapa tidak?” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/01/2025).
Bahlil menilai, Indonesia merupakan negara dengan asas politik bebas-aktif sehingga tidak mempermasalahkan peluang-peluang yang menguntungkan Indonesia, termasuk bergabung dalam keanggotaan BRICS.
Dia pun mengakui, Indonesia selama ini kerap melakukan impor minyak dari negara Timur Tengah. Oleh karena itu, tidak ada alasan baginya untuk mempermasalahkan adanya pembelian minyak dari Rusia.
“Ya, jujur-jujur saja. Selama ini juga kita impor minyak dari Timur Tengah itu. Mungkin saja (biasanya impor minyak dari Rusia), mungkin saja. Asalnya mungkin dari sana, tapi belum pasti ya,” pungkas Bahlil.
Sebelumnya, Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan, Indonesia memiliki potensi untuk melakukan impor atau membeli minyak dari rusia usai resmi bergabung dalam BRICS.
Pada dasarnya, Luhut mengatakan, Indonesia dapat membeli minyak dari negara manapun, termasuk Rusia. Dengan catatan, transaksinya menguntungkan bagi Indonesia.
“Ya ke mana saja kalo menguntungkan republik, kita beli. Sepanjang tadi menguntungkan republik,” ujar Luhut di Kantor Dewan Ekonomi Nasional, Jakarta, Jumat (10/01/2025).
Namun, Luhut menyoroti bahwa perlunya kehati-hatian oleh pemerintah dalam memutuskan. Ia beralasan, pemerintah penting untuk tetap melakukan negosiasi dengan negara lain agar tak menghasilkan masalah.
“Sepanjang itu tadi menguntungkan republik dan itu bisa kita bicarakan kepada beberapa negara yang lain, kenapa tidak? Kalau kita dapat lebih murah US$20 atau US$22, kenapa tidak? Tapi tentu hati-hati melihat ini,” ucap Luhut.
Baca juga:
- Erick: Indonesia Dapat Keuntungan Perdagangan dengan Masuk BRICS
- Ancaman Donald Trump Hantui Stabilitas Ekonomi Anggota BRICS