Oke, Kata yang Melampaui Batas Budaya
Saat bulan Mei tiba, kepanikan sudah sangat jelas: cadangan mata uang kertas habis, banyak bank ditutup, investasi jatuh, dan pengangguran meningkat. Orang-orang kehilangan pekerjaan, dan masyarakat semakin frustasi. Van Buren merasa terjebak. Ia memang tidak memiliki kekuatan untuk mengubah situasi, tetapi harapan untuk pemulihan tetap ada di pundaknya.
Lahir di Kinderhook, New York, pada 5 Desember 1782 dan meninggal pada 24 Juli 1862, Van Buren punya dua julukan: “the Little Magician” dan “Old Kinderhook” yang merujuk pada kampung halaman tempat ia dilahirkan.
Para pendukungnya memanfaatkan kata tersebut sebagai slogan kampanye yang mudah diingat dan diucapkan oleh khalayak luas. Di berbagai kota dan desa, spanduk bertuliskan “OK” terpampang di tempat-tempat strategis, sementara para orator kampanye dengan penuh semangat mengajak masyarakat untuk mendukung “Old Kinderhook”.
Para pendukung Van Buren bahkan membentuk kelompok yang disebut “OK Clubs” yang bertugas menyebarluaskan pesan kampanyenya. Sebaliknya, pendukung Harrison juga kerap menafaatkan “OK” untuk mengejek kekalahan Van Buren dan pendahulunya Andrew Jackson dengan menyebut Out of Kash, Out of Karakter,Oll Kwarreling, dan lain-lain.
“Sebaliknya, itu adalah tipuan politik, yang dimaksudkan sebagai lelucon satir tetapi dianggap serius oleh kedua belah pihak dalam pemilihan presiden tahun 1840 itu,” tulis Allan Metcalf dalam OK: The Improbable Story of America's Greatest Word (2011:57).
Penggunaan kata "OK" dalam kampanye Presiden AS meninggalkan jejak yang kuat dalam budaya populer. Kata itu terus berkembang menjadi salah satu istilah paling dikenal di dunia hingga saat ini, melampaui konteks politik dan menjadi bagian dari bahasa sehari-hari.
Baca juga:Saat Pertanyaan 'Are You OK?' Jadi Pembuka Hati
Martin Van Buren. FOTO/commons.wikimedia.org/
Bermula dari Sebuah Satire
“OK”, “Oke”, dan “Ok” merupakan semua bentuk yang diterima dalam penggunaan modern hari ini. Leksikon ini biasanya berarti baik, setuju, atau meyakinkan. Ini digunakan untuk menunjukkan penerimaan, persetujuan, atau sesuatu tidak ada masalah.
Kata ini sangat umum digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam pesan teks, maupun di media sosial.
Dalam konteks yang lebih luas, "OK" bisa mengekspresikan untuk menunjukkan setuju terhadap saran atau keputusan, menyatakan bahwa seseorang atau sesuatu dalam keadaan baik atau tidak ada masalah, dan mengonfirmasi bahwa seseorang telah menerima informasi atau instruksi.
Penelitian etimologis oleh Allen Walker Read berjudul “The first stage in the history of O.K” pada pertengahan tahun 1960-an menelusuri penyebaran “OK” dari singkatan surat kabar lokal hingga penggunaannya yang luas, menjadikannya bagian dalam percakapan modern.
“Dalam bahasa sehari-hari ini, O.K. adalah singkatan dari 'all correct', dieja hanya untuk bersenang-senang sebagai 'oll korrect'. Old Kinderhook dan 'oll korrect' telah lama menjadi sumber pertama yang diterima untuk kata tersebut,” tulis Claudia Luther dalam obituarinya mengenang sosok Allen Walker Read di Los Angeles Times.
Read menantang teori-teori lain yang populer pada waktu itu, seperti asal-usul dari kata “Orrin Kendall”, merek biskuit Angkatan Darat AS; tanda tangan kepala suku Choctaw, “Old Keokuk”; atau frasa nama pelabuhan di Haiti “Aux Cayes”.
Ia juga membahas pentingnya penggunaan kata oleh publik dalam keseharian dibandingkan dengan etimologi aslinya.
Menurut Read, sebelum Martin Van Buren memanfaatkan kata “OK” untuk kepentingan politiknya, kata itu mulanya berasal dari sebuah lelucon di surat kabar Boston Postedisi 23 Maret 1839, yang berarti “oll korrect” yang merupakan pelesetan dari “all correct”.
Editor Boston Post, Charles Gordon Greene, sengaja menyematkan singkatan “OK” dalam artikelnya sebagai sindiran terhadap surat kabar saingannya, Providence Journal.
Warsa 1830-an, memang sedang populer di kalangan penutur bahasa Inggris di AS untuk salah mengeja, lalu menyingkat dan menggunakannya sebagai istilah gaul, dan “OK” hanyalah salah satunya.
Contoh lain misalnya “KG” singkatan dari Know Go yang mengacu pada no go, “ISBD” (It Shall Be Done), “RTBS” (Remains To Be Seen). Lalu ada all right menjadi oll wrightatau no use menjadi know yuse.
Sama halnya seperti di era modern: BRB (Be Right Back), OMG (Oh My God), dan LOL (Laugh Out Loud)yang menjadi tren dalam keseharian kita, bahasa gaul saat itu juga cukup kondang digunakan dan dianggap jenaka.
Pada masa awal penemuan telegraf, operator telegraf menggunakan “OK” untuk mengonfirmasi bahwa pesan telah diterima dengan baik. Hal ini semakin memperluas penggunaan “OK” dalam komunikasi.
Baca juga:
- Penjajahan yang Terhubung Lewat Lautan dan Udara
- Bagaimana Telegraf Menghubungkan Hindia Belanda dengan Dunia?
OK. FOTO/iStockphoto
Singkat dan Mudah Diingat
“Sejarah terkini tentang etimologi OK sama menariknya dengan etimologi itu sendiri,” ujar Dennie Hoopingarner dalam jurnalnya “Historical Evidence on the Etymology of OK".
Meskipun awalnya berasal dari kata yang lucu, “OK” telah menjadi kata yang serbaguna dalam bahasa Inggris, yang berarti segala hal mulai dari persetujuan hingga keamanan.
Setelah itu, “OK” mulai menyebar dan digunakan dalam berbagai konteks. Ungkapan ini memiliki daya tarik universal karena singkat, mudah diucapkan, dan fleksibel. Ia bisa digunakan untuk menunjukkan persetujuan, pemahaman, bahkan kadang-kadang bisa juga menjadi sinyal untuk melanjutkan percakapan. Melalui perbincangan sehari-hari, musik, film, dan dokumentasi sosial lainnya, “OK” menjelajahi batasan budaya dan bahasa.
Istilah ini juga diadopsi secara luas dalam surat-menyurat dan media cetak. Penggunaan "OK" dapat disesuaikan dengan situasi, membuatnya menjadi bagian penting dari komunikasi sehari-hari di banyak konteks, dari informal hingga semi-formal.
Dalam beberapa situasi, “OK” bisa digunakan secara ironis atau sarkastik untuk menunjukkan bahwa seseorang sebenarnya tidak setuju. Misalnya:
“Oh, kamu terlambat lagi? OK (dengan nada suara yang tidak senang).”
Ketika kemampuan berkomunikasi semakin meningkatkan mobilitas manusia secara global--melalui tayangan televisi, internet, dan media sosial—“OK” juga ikut terangkat. Banyak orang yang tidak berbahasa Inggris pun menggunakan “OK” dalam percakapan mereka. Seakan-akan, kata ini telah melampaui sekadar bahasa, menjadi simbol komunikasi antarkultur.
Bisa dibilang, di era digital ini, “OK” semakin sering digunakan. Kita bisa menjumpainya di kolom pesan, email, bahkan ketika kita meng-klik “OK” pada berbagai aplikasi dan perangkat. Dan, ya, siapa yang bisa menyangkal, saat kita klik “OK” di layar, seolah kita juga memberikan persetujuan terhadap sesuatu yang lebih dari sekadar perintah yang tertulis di sana.
saya ingin berkomentar
- kirim
Komentar Terbaru(0)
- tidak ada komentar
OLXTOTO menyarankan
- 2025-01-27 22:26:00Korban Meninggal Kebakaran Glodok Plaza Bertambah Jadi 11 Orang
- 2025-01-27 22:26:00Pratikno Akui Penyaluran Makan Bergizi Gratis Belum Merata
- 2025-01-27 22:26:00Respons Mendikdasmen soal Guru Hukum Siswa SD Gegara Tunggak SPP
- 2025-01-27 22:26:00Alasan KPK Tak Tahan Hasto: Butuh Keterangan Saksi & Belum Perlu
- 2025-01-27 22:26:00Kebebasan, Kerukunan, dan/atau Moderasi Beragama?
- 2025-01-27 22:26:00KPK Perpanjang Cegah Walkot Semarang Mbak Ita ke Luar Negeri
- 2025-01-27 22:26:00KPK Telusuri Alasan Anggota DPR Maria Lestari Mangkir 2 Kali
- 2025-01-27 22:26:00Maria Lestari Penuhi Panggilan KPK terkait Kasus Hasto
- 2025-01-27 22:26:00Menggugat Narasi Tanah Subur dan Realitas Pertanian Indonesia
- 2025-01-27 22:26:00Pemerintah Janji Terus Evaluasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis
Peristiwa Panas
- 2025-01-27 22:26:00360 Gedung di Jakarta Belum Lolos Syarat Keselamatan Kebakaran
- 2025-01-27 22:26:00Polemik Potongan Aplikasi Ojol & Jalan Panjang Menuju Sejahtera
- 2025-01-27 22:26:00Update Kebakaran Glodok Plaza: 7 Orang Meninggal Dunia
- 2025-01-27 22:26:00ETLE Ditambah, Polda Metro Target Tangkap 120 Juta Pelanggar
- 2025-01-27 22:26:00Kebebasan, Kerukunan, dan/atau Moderasi Beragama?
- 2025-01-27 22:26:00Polisi: Bandung Kondusif usai Bentrokan Pemuda Pancasila & GRIB
- 2025-01-27 22:26:00Mengenal Ndalem Pangeran Keraton Kasunanan Surakarta
- 2025-01-27 22:26:00Fenomena Makam Keramat Palsu, antara Jalan Spiritual dan Bisnis
- 2025-01-27 22:26:00Energi Muda untuk Masa Depan Indonesia Terbarukan
- 2025-01-27 22:26:00130 WNA Jadi Tersangka Tindak Pidana Imigrasi di 2024, Naik 145%
Hotspot Terbaru
- 2025-01-27 22:26:00Kemendikti akan Atur Ulang Distribusi Dokter daripada Tambah FK
- 2025-01-27 22:26:00PCO Tak Permasalahkan Siswa Bawa Bekal: Tugas Negara Siapkan MBG
- 2025-01-27 22:26:00Trump Wacanakan Relokasi Sementara Warga Jalur Gaza ke Indonesia
- 2025-01-27 22:26:002 Anggota Polres Jakpus Disanksi Demosi 8 Tahun terkait DWP
- 2025-01-27 22:26:00Emmy Hafild di antara Feminisme & Aktivisme Lingkungan Hidup
- 2025-01-27 22:26:00Pergub DKJ Soal Poligami ASN Nirfaedah & Tak Adil bagi Perempuan
- 2025-01-27 22:26:00Bung Towel Diancam Disiram Air Keras dan Anaknya Mau Diculik
- 2025-01-27 22:26:00Kabinet Israel Akhirnya Setuju Genjatan Senjata di Gaza
- 2025-01-27 22:26:00Gerakan Sekolah Sehat, Pondasi Menuju Indonesia Maju
- 2025-01-27 22:26:00Polisi Terima 7 Laporan Korban Hilang Kebakaran Glodok Plaza