Senarai Kisah Kedatangan Agamawan Asing di Nusantara Kuno
Sebagian dari mereka bahkan ada yang menjadi guru besar di tempat-tempat yang mereka datangi atau malah menjadi pemrakarsa ajaran keagamaannya di tempat asal mereka setelah berguru kepada agamawan asli Nusantara.
Mereka ada juga akhirnya menjadi purohita atau pendeta kerajaan, karena dianggap mumpuni oleh raja-raja leluhur Nusantara di masa lampau. Dalam sejarah Indonesia, rekaman soal kedatangan agamawan asing di periode kuno setidaknya mencakup tiga agama, yakni Hindu, Buddha, dan Islam.
Mitologi Agastya yang panjang lebar disinggung epigraf dan filolog begawan R.Ng. Poerbatjaraka dalam Agastya di Nusantara (1992), menceritakan bagaimana kehebatan Agastya yang menduduki wilayah selatan India sebagai penyeimbang anak benua India yang ditakutkan terjungkal karena para dewa berkumpul di India utara (Gunung Himalaya).
Ia juga yang diceritakan meminum seluruh air laut—makanya perutnya buncit, sehingga para brahmana dari India bisa menyeberang ke Nusantara dan menebarkan ajaran Weda. Hal ini yang oleh para ahli dijadikan pijakan dalam memandang fenomena eksistensi arca Agastya di candi-candi Hindu di Indonesia, yang salah satunya dapat dijumpai di kompleks Candi Prambanan.
Baca juga:
- Respons Raja Jawa Menghadapi Kritik Rakyat, Kebaikan dan Angkara
- Candi Prambanan: Warisan Mataram Kuno Untuk Dunia
Yang Paling Awal, yang Mencatat Keberagaman
Kendati mitos kedatangan agamawan asing ke Nusantara berkembang dari Hindustan, catatan historis kedatangan agamawan asing tertua ke Indonesia justru bukan berasal dari sana.
Ialah Fa Xian, seorang pendeta Buddha dari Tiongkok, yang melaporkan paling awal akan kedatangannya ke Nusantara pada tahun 414. Sebagaimana dilampirkan oleh W.P. Groeneveldt dalam Nusantara dalam Catatan Tionghoa (2018), Fa Xian awalnya melakukan muhibah menuju anak benua India untuk mempelajari agama Buddha. Setelah menyelesaikan peziarahannya ke beberapa pusat keagamaan di India, ia sempat bermukim di Sri Lanka untuk menunggu kapal menuju Tiongkok.
Ketika mendapatkan tumpangan untuk pulang ke Negeri Tirai Bambu, tiada disangka kapal Fa Xian malah terhempas badai di Lautan Hindia dan akhirnya terdampar di Pulau Jawa. Menurut pencatatannya, kemungkinan ia mendapat di negeri Tarumanagara (To-lo-mo) di Jawa bagian barat.
Di sana ia singgah sejenak dan sempat mengamati kondisi masyarakat yang menurutnya sangat plural. Ia menyebutkan bahwa walau sedikit, ajaran Buddha sudah berkembang di Tarumanagara ketika ia datang. Umumnya, masyarakat setempat menganut ajaran Weda dan sebagian lain masih mempertahankan agama lokal.
Pendeta Buddha dari Tiongkok lain yang pernah hadir setelah Fa Xian adalah Yijing (I’Tsing). Menurut sejarawan Jepang, J. Takakusu, dalam karya penerjemahannya atas Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan (Nanhai Jigui Niefa Zhuan) (2014), titik tolak Yijing di Bumi Nusantara adalah Kedatuan Sriwijaya dan Kerajaan Malayu. Ia bermukim di sana sampai sekitar abad ke-7.
Ia mengatakan bahwa orang-orang di Sumatra begitu andal dalam Pancavidya. Sedangkan dari segi bahasa Sanskerta, Yijing merekomendasikan agar para siswa Buddhis Tiongkok yang hendak berguru ke Nalanda di India agar belajar terlebih dahulu di Sriwijaya. Ia juga menambahkan bahwa di Jawa dan Sumatra, setidaknya terdapat empat ragam aliran Buddhisme berdasarkan kanon Tripitaka yang diacu.
Sebagian besar masyarakat Jawa dan Sumatra mengikuti ajaran dalamArya-mulasarvastivada-nikaya, sedangkan yang lainnya merupakan pengikut Arya-sammitiya-nikaya. Di periode kedatangannya belakangan juga muncul pengikut pArya-mahasanghika- nikayadan Arya-sthavira-nikaya.
Baca juga:
- Thudong, Perjalanan Spiritual Mengikuti Jejak Sang Buddha
- Jenderal-Jenderal Penganut Buddha di Indonesia
Infografik Mozaik Agamawan Asing di Nusantara Kuno. tirto.id/Fuad
Keterangan akan keberagaman keagamaan yang disampaikan dua biksu di atas, menunjukkan bahwa agamawan-agamawan asing tersebut kagum dengan situasi religiusitas leluhur Nusantara di masa lampau. Kekaguman ini kelak mengantarkan beberapa agamawan asing untuk berguru pada para agamawan asli Nusantara, salah satu kisah yang paling monumental adalah cerita tentang Atisa Dipamkara.
Dikisahkan oleh James B. Apple dalam Atisa Dipamkara: Illuminator of the Awakened Mind (2019), Atisa awalnya adalah seorang pendeta Buddha Vajrayana yang berasal dari Bangladesh. Sepanjang kariernya sebagai agamawan Buddhis—sampai sekarang dikenang sebagai salah satu pembawa ajaran Vajrayana ke Tibet, ia pernah berguru setidaknya di dua tempat.
Selain pernah berguru dan kemudian mengajar di Vikrama?ila (Bihar, India), Atisa juga pernah berguru pada Dharmmakirti di Sumatra selama kurang lebih 12 tahun. Hal ini menunjukkan superioritas agamawan Nusantara kala itu, bahkan dari sudut pandang orang India sebagai masyarakat yang menciptakan teologi agama Hindu-Buddha.
Raja-raja Nusantara Kuno juga rupanya aktif mengundang para agamawan asing untuk memperluas dan memperdalam perspektif religius mereka. Salah satu yang paling awal dalam mengundang agamawan asing adalah Rakai Panangkaran dari Dinasti ?ailendra.
Menurut M.D. Poesponegoro dan N. Notosusanto Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuna (2010), berdasarkan Prasasti Kelurak (782 M) sang raja pendiri Candi Sewu dan Kalasan ini pernah mengundang seorang agamawan Buddhis dari Gaudidwipa (Bangladesh) dalam rangka menahbiskan arca Manju?ri di Candi Sewu.
Keberadaan sosok agamawan dari Bangladesh ini, entah kebetulan atau tidak, juga didukung eksistensinya melalui penemuan Prasasti Pasir Panjang di Kepulauan Riau. Di dalam prasasti, muncul pula keterangan seorang agamawan Bangladesh yang dari periodesasi prasastinya kurang lebih tidak berjauhan dengan Prasasti Kelurak.
Baca juga:
- Dinasti Mauli di Panggung Sejarah Pulau Emas
- Pahit Getir Hubungan Khmer dan Nusantara Kuno
- Riwayat Palembang, Bandar Jawa di Dunia Melayu
saya ingin berkomentar
- kirim
Komentar Terbaru(0)
- tidak ada komentar
OLXTOTO menyarankan
- 2025-01-26 14:19:22Mengawal Kepuasan, Menyempurnakan Kemuliaan Melalui Kawal Haji
- 2025-01-26 14:19:22Promosi Eks Ketua PN Surabaya Dicabut Akibat Kasus Ronald Tannur
- 2025-01-26 14:19:22Fenomena Demam Koin Jagat: Antara Hiburan & Kebutuhan Finansial
- 2025-01-26 14:19:22Kiara Ragu Sekelompok Nelayan Bangun Pagar Laut di Tangerang
- 2025-01-26 14:19:22Buron Kasus Korupsi e
- 2025-01-26 14:19:22Bahlil Klaim Tidak Mau Andalkan APBN untuk Proyek Hilirisasi
- 2025-01-26 14:19:22Polisi Tangkap 3 Pelaku Penjarah Mobil Pengangkut Daging MBG
- 2025-01-26 14:19:22Sindikat Prostitusi Internasional di Bali, 2 WNA Jadi Tersangka
- 2025-01-26 14:19:22PDIP Bantah Kiriman Bunga Prabowo ke Mega Tanda Hubungan Membaik
- 2025-01-26 14:19:22Hasto PDIP Ajukan Praperadilan Status Tersangka ke PN Jaksel
Peristiwa Panas
- 2025-01-26 14:19:22Emmy Hafild di antara Feminisme & Aktivisme Lingkungan Hidup
- 2025-01-26 14:19:22Prabowo Bakal Temui PM Malaysia Anwar Ibrahim Hari Ini
- 2025-01-26 14:19:22Bappebti Alihkan Pengaturan & Pengawasan Kripto ke BI & OJK
- 2025-01-26 14:19:22Menkes Budi Anggap Virus HMPV Penyakit Flu Biasa
- 2025-01-26 14:19:22Akhir Kisah Jamaah Islamiyah: Kado Densus 88 untuk Pemerintah
- 2025-01-26 14:19:22Respons Mendikdasmen soal Guru Hukum Siswa SD Gegara Tunggak SPP
- 2025-01-26 14:19:22Polisi Tangkap 3 Pelaku Penjarah Mobil Pengangkut Daging MBG
- 2025-01-26 14:19:22Mega Singgung Ada Pihak Ingin Jadi Ketum PDIP Jelang Kongres
- 2025-01-26 14:19:22Bentrok Suporter & Aparat: Kita Bisa Tak Dipercaya Internasional
- 2025-01-26 14:19:22Pembatasan Medsos dan Gadget untuk Siswa Bak Pisau Bermata Dua
Hotspot Terbaru
- 2025-01-26 14:19:22Menkes Wajibkan Puskesmas Layani Cek Kesehatan Gratis Warga
- 2025-01-26 14:19:22KPK Tahan 1 Tersangka Kasus Korupsi Investasi PT Taspen
- 2025-01-26 14:19:22KPK Tahan 1 Tersangka Kasus Korupsi Investasi PT Taspen
- 2025-01-26 14:19:22Mega Singgung AKBP Rossa & Ferdy Sambo saat Bicara Kepolisian
- 2025-01-26 14:19:22Hak Angket Bukan Kepentingan Paslon 1 & 3, tapi Semua Parpol
- 2025-01-26 14:19:22Layanan Coretax Bermasalah Bikin Reformasi Perpajakan Mandek
- 2025-01-26 14:19:22PIK 2 Bantah Bangun Pagar Laut Misterius di Tangerang
- 2025-01-26 14:19:22Pemda Seharusnya Berkomitmen Kelola Angkutan Umum secara Mandiri
- 2025-01-26 14:19:22Asa dan Gagasan Bima Arya demi Bertarung di Pilkada Jabar 2024
- 2025-01-26 14:19:22Tepatkah Meta Melabeli Pemeriksa Fakta sebagai Penyensor?